Rabu, 25 Februari 2015

asfiksia pada bayi baru lahir

KATA PENGANTAR
   Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Asfiksia Pada Bayi Bari Lahir Dan Penanganannya” ini bisa diselesaikan. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan tentang asfiksia pada bayi baru lahir dan penanganannya agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus,. Sehingga dengan mengetahui penanganannya yang benar, seorang  tenaga kesehatan dapat segera mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan neonatus yang optimal.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisannya, yang senantiasa memotivasi.
Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Bali, Desember 2012
Penulis


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.         LATAR BELAKANG.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.
Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.
1.2.         RUMUSAN MASALAH
1.2.1.       Apakah definisi asfiksia neonatorum?
1.2.2.       Apakah penyebab asfiksia?
1.2.3.       Bagaimana tanda gejala serta diagnose pada bayi asfiksia?
1.2.4.       Bagaimanakah cara menilai asfiksia pada bayi baru lahir?
1.2.5.      Bagaimanakah penanganan asfiksia neonatorum?
1.3.         TUJUAN DAN MANFAAT
1.3.1.       Untuk  mengetahui apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatorum.
1.3.2.       Untuk mengetahui apa penyebab dari asfiksia neonatorum.
1.3.3.       Untuk mengetahui bagaimana tanda gejala serta diagosa pada asfiksia  pada bayi baru lahir.
1.3.4.       Untuk mengetahui bagaimana cara menilai asfiksia pada bayi baru lahir.
1.3.5.       Untuk mengetahui bagaimana penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).
2.2.       Penyebab Asfiksia Neonatorum
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
  1. Preeklampsia dan eklampsia
  2. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
  3. Partus lama atau partus macet
  4. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
  5. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
  1. Lilitan tali pusat
  2. Tali pusat pendek
  3. Simpul tali pusat
  4. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
  1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
  2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
  3. Kelainan bawaan (kongenital)
  4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
2.3.       Tanda Gejala Serta Diagnosa Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
  1. 1.      Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
    1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
    2. Warna kulit kebiruan
    3. Kejang
    4. Penurunan kesadaran
  1. 2.      Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
  1. a.      Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
  1. b.      Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
  1. c.        Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)
2.4.       Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi.
Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
  1. Penafasan
  2. Denyut jantung
  3. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
images 2
2.5.       Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
  1. A.    Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
  1. 2 helai kain / handuk.
    1. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
    2. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
    3. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
    4. Kotak alat resusitasi.
    5. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).
  1. B.   Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
  1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
  2. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
  3. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
  1. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
  2. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
  1. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
  2. Kompresi dada.
  3. Pengobatan
  1. C.   Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah  harus didahului dengan persetujuan tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :
  1. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
  2. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
  3. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
  4. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
  5. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.
(Sarwono prawirohardjo,2002)
                          I.            TAHAP I LANGKAH AWAL
Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi :
  1. 2.      Jaga bayi tetap hangat
    1. Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu
    2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
    3. Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.
  2. 3.      Atur posisi bayi
    1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
    2. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.
  3. 4.      Isap lendir
Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
  1. Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
  2. Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.
  3. Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
  4. 5.      Keringkan dan rangsang bayi.
    1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
    2. Lakukan rangsang taktil dengan cara  menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
  5. 6.      Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
    1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
    2. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
    3. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
  6. 7.      Lakukan penilaian bayi
    1. Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.
Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.
                                 II.             TAHAP II VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
  1. Pasang sunkup
    1. Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
  2. Ventilasi 2 kali
    1. Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
  1. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
  1. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
    1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm air
    2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
      1. 1.      Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
      2. 2.      Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
  2. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
    1. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
    2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
    3. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
      1. 1.      Jaka bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
      2. 2.      Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.
  3. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
    1. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
    2. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
  4. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
    1. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10 menit.
    2. Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
    3. Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
  1. Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif :
    1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
    2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
    3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
    4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
    5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.









BAB III
PENUTUP
3.1            Kesimpulan Dan Saran
3.1.1  Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.Penanganannya adalah dengan tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
  1. 1.      Memastikan saluran terbuka.
  2. 2.       Memulai pernafasan
  3. 3.       Mempertahankan sirkulasi
Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah langkah awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.  Klasifikasi Asfiksia Neonatus dapat dibagi dalam :
Menurut Kamarullah (2005) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi :
a.  Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b.  Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c.  Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005)
3.1.2  Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Departement Kesehatan RI : Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan.(2007). Jakarta
Sarwono prawirohardjo.2002.Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, 1999.Asfiksia pada bayi baru lahir.
Read More ->>

Senin, 23 Februari 2015

Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

 
Pengertian IUGR
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi dimana janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan. Bayi baru lahir dengan IUGR seringkali digambarkan kecil untuk usia gestational (SGA).
Janin dengan IUGR  sering diperkirakan memiliki berat kurang dari 10 Perseratus. Ini berarti janin weighs kurang dari 90 persen dari semua fetus yang sama gestational usia. Janin dengan IUGR juga mungkin lahir pada usia kehamilan (setelah 37 minggu kehamilan) atau sebelum waktunya (sebelum 37 minggu). Bayi baru lahir dengan IUGR sering muncul tipis, pucat, dan longgar, kulit kering.
Diagnosa IUGR
Salah satu alasan dokter mengukur pada setiap kunjungan adalah melihat bagaimana pertumbuhan rahim. Masalah yang ditemukan dengan pengukuran rahim sepanjang periode waktu dan menemukan tidak ada perubahan. Jika ukuran rahim 10,8 inci (27 cm) pada kehamilan minggu ke-27 dan pada minggu ke-31 ukuran  hanya 11 inci (28 cm).
Faktor-faktor penyebab (IUGR) yaitu
• Faktor ibu:
1. Tekanan darah tinggi
2. Penyakit ginjal kronis
3. Diabetes
4. Jantung atau penyakit pernafasan
5. Kekurangan gizi, anemia
6. Infeksi
7. Penyalahgunaan zat (alkohol, obat-obatan)
8. Merokok
• Faktor kandungan dan tembuni:
1. Penurunan aliran darah di dalam kandungan dan tembuni.
2. Placental abruption (tembuni detaches dari rahim)
3. Placenta previa (placenta attaches rendah dalam kandungan)
4. Infeksi di sekitar jaringan janin.
• Faktor-faktor yang terkait dengan pengembangan bayi (janin):
1. Beberapa kehamilan (twins, triplets, dll)
2. Infeksi
3. Lahir cacat
4. Keabnormalan
Masalah pada bayi IUGR
1. Penurunan tingkat oksigen
2. Rendah nilai Apgar (penilaian yang membantu mengenali bayi dengan kesulitan beradaptasi setelah pengiriman)
3. Aspirasi meconium (inhalasi yang pertama lulus di kandungan), yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas
4. Hypoglycemia (gula darah rendah)
5. Kesulitan mempertahankan suhu tubuh normal
6. polycythemia (terlalu banyak sel darah merah
Pencegahan
Istirahat di tempat tidur merupakan pengobatan lainnya. Beristirahat memungkinkan bayi menerima aliran darah yang terbaik dan aliran darah yang lebih baik merupakan kesempatan yang terbaik untuk memperbaiki pertumbuhan. Jika penyakit ibu menyebabkan IUGR, pengobatan meliputi perbaikan kesehatan umum ibu

Intra Uterne Fetal Death(IUFD)
• IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998)
• IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005)
Penyebab IUFD
1. factor ibu (High Risk Mothers)
a. status social ekonomi yang rendah
b. tingkat pendidikan ibu yang rendah
c. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
d. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
e. tinggi dan BB ibu tidak proporsional
f. kehamilan di luar perkawinan
g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
h. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
i. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
j. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
2. factor Bayi (High Risk Infants)
a. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
b. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
c. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
3. factor yang berhubungan dengan kehamilan
a. abrupsio plasenta
b. plasenta previa
c. pre eklamsi / eklamsi
d. polihidramnion
e. inkompatibilitas golongan darah
f. kehamilan lama
g. kehamilan ganda
h. infeksi
i. diabetes
j. genitourinaria
Diagnosa
1. Anamnesis
• Ibu tidak merasakan gerakan janin
• Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi
• Tidak tampak gerakan janin
3. palpasi
• TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
• Tidak teraba gerakan janin
• Krepitasi pada tulang kepala janin
4. Auskultasi
• DJJ (-)
5. reaksi kehamilan
• test kehamilan (-)
6. Rontgen foto abdomen
• Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
• Tanda nojosk : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
• Tanda gernard : hiperekstensi kepala janin
• Tanda spalding : overlapping sutura
7. USG
Penatalaksanaan
1) Observasi dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosa
2) Biasanya selama menunggu, 70-90 % akan terjadi persalinan spontan
3) Bila belum partus, indikasi untuk induksi persalinan
4) Induksi dan pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesterone atau dengan oksitosin drip atau dengan amniotomi
Read More ->>

HIPOGLIKEMIA

HIPOGLIKEMIA

A.    Definisi
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L).(2)
Hipoglikemi adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl. (3)

B.     Etiologi
1.   Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
2.   Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi
Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.
3.   Asupan karbohidrat kurang
a.       Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
b.      Diet slimming, anorexia nervosa
c.       Muntah, gastroparesis
d.      Menyusui
4.   Lain-lain
a.       Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
b.      Alkohol, pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor

C.    Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain: 
Fase pertama yaitu gejala- gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%.
Fase kedua yaitu gejala- gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya       gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%).(3) 
Adapun gejala- gejala hipoglikemi yang tidak khas adalah sebagai berikut:
a.       Perubahan tingkah laku
b.      Serangan sinkop yang mendadak
c.       Pusing pagi hari yang hilang dengan makan pagi
d.      Keringat berlebihan waktu tidur malam
e.       Bangun malam untuk makan
f.       Hemiplegi/ afasia sepintas
g.      Angina pectoris tanpa kelainan arteri koronaria

D.    Klasifikasi Hipoglikemi 
      Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL) 
     Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
      Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
      Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
      Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
    Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

E.     Terapi Hipoglikemi
1.        Glukosa Oral 
       Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-   20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.(1)                  Glukosa Intramuskular
     Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja    1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.(1)
3.      Glukosa Intravena
    Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.(3)

F.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.(5)
2.      Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3.      HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4.      Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5.      Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
Read More ->>

HIPOTERMI DAN HIPERTERMI PADA NEONATUS



 
HIPOTERMI DAN HIPERTERMI PADA NEONATUS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan ridho-Nya Makalah Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi ini dapat penulis selesaikan. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Febrina Suci Hati, S. SiT, yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk mencapai tingkat ke dalam memadai sebagai sumber belajar walaupun dalam wujudnya yang belum sempurna, makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar bagi yang memerlukan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Akhirnya, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan Allah berkenan menerima amal bakti yang diabadikan pada kita semua. Amin.
Yogyakarta, Desember 2013
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
B.     Etiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
C.     Patofisiologi  Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
D.    Gejala Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
E.     Penanganan  Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
F.      Komplikasi Berkelanjutan Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Hipotermi dan hipertermi pada neonatus  merupakan kejadian umum di seluruh dunia. Di rumah sakit Ethiopia, 67% bayi dengan berat badan lahir rendah dan beresiko tinggi dari luar rumah sakit yang dimasukkan ke dalam unit perawatan khusus adalah bayi yang hipotermia. Sama halnya dengan India, angka kematian karena hipertermia dan hipotermia mencapai dua kali lipat angka kematian bayi yang tidak mengalaminya.
Menurut data dari organisasi kesehatan dunia ( WHO ), pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal terjadi di negara berkembanga. Lebih dari 2/3 kematian itu terjadi pada periode neonatal dini. Umumnya karena berat badan lahir <2500 gram. Menurut WHO, 17% dari 25 juta persalinan pertahun adalah BLBR dan hampir semuanya terjadi pada negara berkembang.
Sekelompok peneliti dari Inggris yang tergabung dalam Department International Development pernah melakukan penelitian terhadap 10.946 bayi pada tahun 2004. Sekitar bulan setiap tahun 2006 lalu, ditemukan bahwa bayi normal yang langsung diletakkan di dada ibunya minimal 30 menit, pada usia 20 menit dan akan merangkak sendiri ke payudara ibu. Sementara itu, pada usia 50 menit, dengan susah payah dia akan merangkak dan menemukan puting susu ibunya untuk menyusu.  Sejalan dengan penelitian tersebut, para dokter Eropa dan Amerika Serikat kini giat mengkampanyekan pemberian asi pada bayi baru lahir , proses tersebut dinamakan inisiasi dini. Bahkan Dr. Utami Roesli, dokter spesialis anak dan aktivis ASI berpendapat apabila inisiasi dini didukung oleh semua pihak terkait, termasuk tenaga kesehatan , kemungkinan akan mampu mencegah kematian bayi sebelum usia 28 hari.
B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi Hipotermi dan Hipertermi
2.      Etiologi Hipotermi dan Hipertermi
3.      Patofisiologi Hipotermi dan Hipertermi
4.      Gejala Hipotermi dan Hipertermi
5.      Penanganan Hipotermi dan Hipertermi
6.      Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi
C.     Tujuan
Agar dapat mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan dalam praktik kebidanan tentang:
1.      Definisi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
2.      Etiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
3.      Patofisiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
4.      Gejala Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
5.      Penanganan Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
6.      Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.      Definisi Hipoterm pada Neonatus
Hipotermia adalah turunmya suhu tubuh bayi dibawah 30 (Abdul Saifuddin, 2002). Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas. (Patricia A. 2005). Hipotermia adalah suhu rektal bayi dibawah 350C. (Hellen, 1999). Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. (Yunanto, 2008:40).
2.      Definisi Hipertermi pada Neonatus
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik)
Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah penyakit berat dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan fisik yang berat. Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.
B.     Etiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.      Etiologi Hipotermi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Terjadi perubahan termoregulasi dan metabolik sehingga :
a.       Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam uterus.
b.      Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan.
c.       Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi melalui konduksi. konveksi, radiasi, dan evaporasi.
d.      Trauma dingin cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam huhungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat
Mekanisme kehilangan panas
a.       Evaporasi adalah cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir karena bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi setelah bayi dimandikan
b.      Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh melalui konduksi
c.       Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh rendah dari temperature tubuh bayi. Bayi akan mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
d.      Konveksi Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Missal: bayi diletakkan dekat, pintu / jendela terbuka.
2.      Etiologi Hipertermi
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan karena:
a.       Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan obat-obatan
b.      Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa.
c.       Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris.
d.      Latihan / gerakan yang berlebihan.
C.     Patofisiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.      Patofisiologi Hipotermi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada sentral pengatur panas di  hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu mencapaib ro wn fat memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol  level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.Methabolicther mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf sentral,kecukupan darib r own fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan penurunanyangprogressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang progressif, kontriksi pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan ventrikel, perubahan EKG dan sistole yang memanjang, penurunan tekanan darah yang progressif, denyut jantung, dan cardiacout put disritmia serta asistole. Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea, bronkhospasma, hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe. Pada ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran darah ginjal sampai 50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri yang berat dan poikilotermia.
2.      Patofisiologi Hipertermi
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik. Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis.

D.    Gejala Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.       Gejala Hipotermi
a.       Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, tidak kuat menghisap asi, dan menangis lemah.
b.      Timbulnya sklerema atau kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan tangan.
c.       Muka bayi berwarna merah terang.
d.      Tampak mengantuk .
e.       Kulitnya pucat dan dingin.
f.       Lemah, lesu, menggigil.
g.      Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada.
h.      Ujung jari tangan dan kaki kebiruan.
i.        Bayi tidak mau minum/menyusui.
j.        Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun
1)      Indikasi Penyakit Hipotermia:
a.       Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C).
b.      Gigi gemeretakan, merasa sangat letih dan mengantuk yang sangat luar biasa.
c.       Selanjutnya pandangan mulai menjadi kabur, kesigapan mental dan fisik menjadi lamban.
d.      Bila tubuh bayi basah, maka serangan hiportemia akan semakin cepat dan hebat.
2) Tanda-tanda klinis hipotermia:
a)      Hipotermia sedang:
·         Kaki teraba dingin.
·         Kemampuan menghisap lemah.
·         Tangisan lemah.
·         Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b)      Hipotermia berat
·         Sama dengan hipotermia sedang.
·         Pernafasan lambat tidak teratur.
·         Bunyi jantung lambat.
·         Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
·         Stadium lanjut hipotermia.
·         Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
·         Bagian tubuh lainnya pucat.
·         Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema).
2.       Gejala Hipertermi
a.       Suhu tubuh bayi > 37,5 °C
b.      Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
c.       Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang
E.     Penanganan Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.       Penanganan Hipotermi
a.        Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
Prinsip penanganan hipotermia adalah penstabilan suhu tubuh dengan menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada bagian dada, untuk mencegah turunnya tekanan darah secara mendadak) atau menempatkan pasien di ruangan yang hangat. Berikan juga minuman hangat(kalau pasien dalam kondisi sadar).
Penanganan Hipotermi dengan pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
b.       Pencegahan Hipotermia Pada Bayi:
1)      Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam keadaan hangat.
2)      Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.
3)      Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
4)      Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
5)      Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
6)      Terapi yang bisa diberikan untuk bayi dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.
2.       Penanganan Hipertermi
a.       Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar seputar 26°C- 28°C
b.      Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu bayi normal (jangan menggunakan es atau alcohol)
c.       Berikan cairan dektrose NaCl = 1 : 4 secara intravena dehidrasi teratasi
d.      Antibiotic diberikan apabila ada infeksi
Terapi untuk mengatasi hipertermia adalah pendinginan. Hal ini dimulai segera di lapangan dan suhu tubuh inti harus diturunkan mencapai 39 derajat Celsius dalam jam pertama. Lamanya hipertermia adalah yang paling menentukan hasil akhir. Berendam dalam es lebih baik dari pada menggunakan alkohol maupun kipas angin. Komplikasi membutuhkan perawtan di ruang intensif.
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan di kisaran 37'C oleh pusat pengatur suhu di dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut selalu menjaga keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolisme dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu tubuh kita memiliki fluktuasi harian yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya.
Demam merupakan suatu keadaan dimana terdapat peningkatan suhu tubuh yang disebabkan kenaikan set point di pusat pengatur suhu di otak. Hal ini serupa dengan pengaturan set point (derajad celsius) pada remote AC yang bilamana set point nya dinaikkan maka temperatur ruangan akan menjadi lebih hangat. Suatu nilai suhu tubuh dikatakan demam jika melebihi 37,2 ‘C pada pengukuran di pagi hari dan atau melebihi 37,7'C pada pengukuran di sore hari dengan menggunakan termometer mulut. Termometer ketiak akan memberikan hasil nilai pengukuran suhu yang lebih rendah sekitar 0.5'C jika dibandingkan dengan termometer mulut sehingga jenis termometer yang digunakan berpengaruh dalam pengukuran suhu secara tepat.
Sebagian besar kasus demam memang disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi dan peradangan sehingga gejala demam seringkali diidentikkan dengan adanya infeksi dalam tubuh. Namun sebenarnya ada banyak proses lainnya selain infeksi yang dapat menimbulkan gejala demam antara lain alergi, penyakit autoimun, kelainan darah dan keganasan. Berbagai proses tersebut akan memicu pelepasan pirogen, yaitu mediator penyebab demam, ke dalam peredaran darah yang lebih lanjut akan memicu pelepasan zat tertentu yang bernama prostaglandin sehingga akan menaikkan set point di pusat pengaturan suhu di otak.
F.      Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.       Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi
a.       HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob.
b.      Kebutuhan oksigen yang meningkat.
c.       Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
d.      Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat.
e.       Shock.
f.       Apnea.
g.      Perdarahan Intra Ventricular
Kedinginan yang terlalu lama dapat menyebabkan tubuh beku, pembuluh darah dapat mengerut dan memutus aliran darah ke telinga, hidung, jari dan kaki. Dalam kondisi yang parah mungkin korban menderita ganggren (kemuyuh) dan perlu diamputasi. Hipotermia bisa menyebabkan terjadinya pembengkakan di seluruubuh (Edema Generalisata), menghilangnya reflex tubuh (areflexia), koma, hingga menghilangnya reaksi pupil mata. Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian
2.       Komplikasi berkelanjutan dari Hipertermi
Terapi hipertermia pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan jaringan normal/sehat jika suhunya tidak melebihi 43,8oC. Tetapi perbedaan karakter jaringan dapat menimbulkan perbedaan suhu atau efek samping pada jaringan tubuh yang berbeda-beda.
Hal yang sering terjadi adalah rasa panas (seperti terbakar), bengkak berisi cairan, tidak nyaman, bahkan sakit.
Teknik perfusi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan, penggumpalan darah, perdarahan, atau gangguan lain di area yang diterapi. Tetapi efek samping ini bersifat sementara. Sedang whole body hyperthermia dapat menimbulkan efek samping yang lebih serius –tetapi jarang terjadi– seperti kelainan jantung dan pembuluh darah. Kadang efek samping yang muncul malah diare, mual, atau muntah.





BAB III
KESIMPULAN
Hipertemi dan hipotermi pada neonatus  merupakan kejadian umum di seluruh dunia. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC.  Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan : Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan obat-obatan, Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa, Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris, Latihan / gerakan yang berlebihan.
Penanganan hipertermi : Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar seputar 26°C- 28°C, Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu bayi normal (jangan menggunakan es atau alcohol), Berikan cairan dektrose NaCl = 1 : 4 secara intravena dehidrasi teratasi, Antibiotic diberikan apabila ada infeksi
Hipotermi adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. (Yunanto, 2008:40).
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Gejala Klinis : Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi aktif letergis hipotanus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah, Pernafasan megap-megap dan lambat dan menangis lemah, Timbul skrema kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan lengan, Muka bayi berwarna pucat. Segera hangatkan bayi apabila tersedia alat yang canggih seperti incubator, gunakan incubator sesuai dengan ketentuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bari, Abdul S. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Farrer, H. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Potter. Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2006. Buku Acuan Nasional : Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Rukiyah dan Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus, bayi dan anak Balita. Jakarta: TIM.
Read More ->>

Text Widget

anda pengunjung yang ke -

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Search