HIPOTERMI DAN HIPERTERMI PADA NEONATUS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
rahmat dan ridho-Nya Makalah Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi ini dapat
penulis selesaikan. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing Ibu Febrina Suci Hati, S. SiT, yang telah memberikan
arahan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk mencapai tingkat ke dalam memadai
sebagai sumber belajar walaupun dalam wujudnya yang belum sempurna, makalah ini
diharapkan dapat menjadi sumber belajar bagi yang memerlukan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Akhirnya, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi
kita semua dan Allah berkenan menerima amal bakti yang diabadikan pada kita
semua. Amin.
Yogyakarta, Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Hipotermi dan Hipertermi pada
Neonatus
B.
Etiologi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
C.
Patofisiologi Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
D.
Gejala
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
E.
Penanganan Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
F.
Komplikasi
Berkelanjutan Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Hipotermi dan hipertermi pada
neonatus merupakan kejadian umum di seluruh dunia. Di rumah sakit
Ethiopia, 67% bayi dengan berat badan lahir rendah dan beresiko tinggi dari
luar rumah sakit yang dimasukkan ke dalam unit perawatan khusus adalah bayi
yang hipotermia. Sama halnya dengan India, angka kematian karena hipertermia
dan hipotermia mencapai dua kali lipat angka kematian bayi yang tidak
mengalaminya.
Menurut data dari organisasi
kesehatan dunia ( WHO ), pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta
kematian neonatal terjadi di negara berkembanga. Lebih dari 2/3 kematian itu
terjadi pada periode neonatal dini. Umumnya karena berat badan lahir <2500
gram. Menurut WHO, 17% dari 25 juta persalinan pertahun adalah BLBR dan hampir
semuanya terjadi pada negara berkembang.
Sekelompok peneliti dari Inggris
yang tergabung dalam Department International Development pernah melakukan
penelitian terhadap 10.946 bayi pada tahun 2004. Sekitar bulan setiap tahun
2006 lalu, ditemukan bahwa bayi normal yang langsung diletakkan di dada ibunya minimal
30 menit, pada usia 20 menit dan akan merangkak sendiri ke payudara ibu.
Sementara itu, pada usia 50 menit, dengan susah payah dia akan merangkak dan
menemukan puting susu ibunya untuk menyusu. Sejalan dengan penelitian tersebut, para
dokter Eropa dan Amerika Serikat kini giat mengkampanyekan pemberian asi pada
bayi baru lahir , proses tersebut dinamakan inisiasi dini. Bahkan Dr. Utami
Roesli, dokter spesialis anak dan aktivis ASI berpendapat apabila inisiasi dini
didukung oleh semua pihak terkait, termasuk tenaga kesehatan , kemungkinan akan
mampu mencegah kematian bayi sebelum usia 28 hari.
B.
Rumusan Masalah
1. Definisi
Hipotermi dan Hipertermi
2. Etiologi
Hipotermi dan Hipertermi
3. Patofisiologi
Hipotermi dan Hipertermi
4. Gejala
Hipotermi dan Hipertermi
5. Penanganan
Hipotermi dan Hipertermi
6. Komplikasi
berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi
C.
Tujuan
Agar
dapat mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan dalam praktik kebidanan
tentang:
1. Definisi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
2. Etiologi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
3. Patofisiologi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
4. Gejala
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
5. Penanganan
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
6. Komplikasi
berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.
Definisi Hipoterm pada Neonatus
Hipotermia
adalah turunmya suhu tubuh bayi dibawah 30 (Abdul Saifuddin, 2002). Hipotermia
adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas. (Patricia A. 2005). Hipotermia adalah
suhu rektal bayi dibawah 350C. (Hellen, 1999). Hipotermi pada BBL
adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres)
yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan
hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. (Yunanto, 2008:40).
2.
Definisi Hipertermi pada Neonatus
Hipertermia adalah peningkatan suhu
tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas
terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik)
Sengatan panas (heat stroke) per
definisi adalah penyakit berat dengan ciri temperatur inti > 40 derajat
celcius disertai kulit panas dan kering serta abnormalitas sistem saraf pusat
seperti delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh pajanan panas
lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan fisik yang berat. Lingkungan
yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi
diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas,
terlalu banyak pakaian dan selimut.
B. Etiologi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1. Etiologi
Hipotermi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat
apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap
hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12
jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan
telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi
cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Terjadi perubahan termoregulasi dan
metabolik sehingga :
a. Suhu bayi baru lahir dapat turun
beberapa derajat setelah kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin
daripada lingkungan di dalam uterus.
b. Suplai lemak subkutan yang terbatas
dan area permukaan kulit yang besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan
bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan.
c. Kehilangan panas yang cepat dalam
lingkungan yang dingin terjadi melalui konduksi. konveksi, radiasi, dan
evaporasi.
d. Trauma dingin cold stress
(hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam huhungannya dengan asidosis metabolik
dapat bersifat mematikan bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat
Mekanisme kehilangan panas
a. Evaporasi adalah cara kehilangan
panas yang utama pada tubuh bayi. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya
cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir karena bayi tidak cepat
dikeringkan atau terjadi setelah bayi dimandikan
b. Konduksi adalah kehilangan panas
melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Bayi
yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan cepat
mengalami kehilangan panas tubuh melalui konduksi
c. Radiasi adalah kehilangan panas yang
terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh
rendah dari temperature tubuh bayi. Bayi akan mengalami kehilangan panas
melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan
langsung dengan tubuh bayi.
d. Konveksi Yaitu hilangnya panas tubuh
bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Missal: bayi diletakkan dekat, pintu
/ jendela terbuka.
2. Etiologi
Hipertermi
Terjadinya hipertermi pada bayi dan
anak, biasanya disebabkan karena:
a. Perubahan mekanisme pengaturan panas
sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan obat-obatan
b. Infeksi oleh bacteria, virus atau
protozoa.
c. Kerusakan jaringan misalnya demam
rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan
kehilangan panas pada suhu febris.
d. Latihan / gerakan yang berlebihan.
C. Patofisiologi
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1. Patofisiologi
Hipotermi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin,
saraf afferen menyampaikan pada sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu
mencapaib ro wn fat memacu pelepasan noradrenalin
lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk
menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini
menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk
metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.Methabolicther mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf
sentral,kecukupan darib r own fat, dan tersedianya glukosa serta
oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf
pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis,
disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal,
depressi kesadaran yang progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam
keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah otak
menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan penurunanyangprogressif dari
aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi
takikardi, kemudian bradikardi yang progressif, kontriksi pembuluh darah,
peningkatan cardiacout put, dan tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia
atrium dan ventrikel, perubahan EKG dan
sistole yang memanjang, penurunan
tekanan darah yang progressif, denyut
jantung, dan cardiacout put disritmia serta asistole. Pada
pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea,
bronkhospasma, hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti
paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe. Pada
ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4
dan menggigil; peningkatan aliran darah ginjal sampai 50%, autoregulasi ginjal
yang intak, dan hilangnya aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi
oliguri yang berat dan poikilotermia.
2. Patofisiologi
Hipertermi
Sengatan panas didefinisikan sebagai
kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang
panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas
karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik. Seperti
pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan
dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
D. Gejala
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1. Gejala
Hipotermi
a. Sejalan dengan menurunnya suhu
tubuh, bayi menjadi kurang aktif, tidak kuat menghisap asi, dan menangis lemah.
b. Timbulnya sklerema atau kulit
mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan tangan.
c. Muka bayi berwarna merah terang.
d. Tampak mengantuk .
e. Kulitnya pucat dan dingin.
f. Lemah, lesu, menggigil.
g. Kaki dan tangan bayi teraba lebih
dingin dibandingkan dengan bagian dada.
h. Ujung jari tangan dan kaki kebiruan.
i.
Bayi
tidak mau minum/menyusui.
j.
Dalam
keadaan berat, denyut jantung bayi menurun
1) Indikasi Penyakit Hipotermia:
a. Gejala awal hipotermia apabila suhu
< 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.Bila seluruh tubuh bayi
teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C -
<360C).
b. Gigi gemeretakan, merasa sangat
letih dan mengantuk yang sangat luar biasa.
c. Selanjutnya pandangan mulai menjadi
kabur, kesigapan mental dan fisik menjadi lamban.
d. Bila tubuh bayi basah, maka serangan
hiportemia akan semakin cepat dan hebat.
2) Tanda-tanda klinis hipotermia:
a) Hipotermia sedang:
·
Kaki
teraba dingin.
·
Kemampuan
menghisap lemah.
·
Tangisan
lemah.
·
Kulit
berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b) Hipotermia berat
·
Sama
dengan hipotermia sedang.
·
Pernafasan
lambat tidak teratur.
·
Bunyi
jantung lambat.
·
Mungkin
timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
·
Stadium
lanjut hipotermia.
·
Muka,
ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
·
Bagian
tubuh lainnya pucat.
·
Kulit
mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(sklerema).
2. Gejala
Hipertermi
a. Suhu tubuh bayi > 37,5 °C
b. Frekuensi nafas bayi > 60 x /
menit
c. Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat
badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang
E. Penanganan
Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1. Penanganan
Hipotermi
a.
Mengatasi
bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
Prinsip penanganan hipotermia adalah
penstabilan suhu tubuh dengan menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada
bagian dada, untuk mencegah turunnya tekanan darah secara mendadak) atau
menempatkan pasien di ruangan yang hangat. Berikan juga minuman hangat(kalau pasien
dalam kondisi sadar).
Penanganan Hipotermi dengan pemberian
panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga
direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram
penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk
bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut
dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu
lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum
stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan
menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu
yang dibutuhkan secara manual).
b. Pencegahan Hipotermia Pada Bayi:
1) Bayi dibungkus dengan selimut dan
kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus
dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka
bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua
bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam
keadaan hangat.
2) Di kamar bersalin, bayi segera
dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi
penutup kepala.
3) Melaksanakan metode kanguru, yaitu
bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar
tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi
masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
4) Bayi baru lahir mengenakan pakaian
dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
5) Menghangatkan bayi dengan lampu
pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
6) Terapi yang bisa diberikan untuk bayi
dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan
oksigen yang cukup.
2. Penanganan
Hipertermi
a. Bayi dipindahkan ke ruangan yang
sejuk dengan suhu kamar seputar 26°C- 28°C
b. Tubuh bayi diseka dengan kain basah
sampai suhu bayi normal (jangan menggunakan es atau alcohol)
c. Berikan cairan dektrose NaCl = 1 : 4
secara intravena dehidrasi teratasi
d. Antibiotic diberikan apabila ada
infeksi
Terapi untuk mengatasi hipertermia
adalah pendinginan. Hal ini dimulai segera di lapangan dan suhu tubuh inti
harus diturunkan mencapai 39 derajat Celsius dalam jam pertama. Lamanya
hipertermia adalah yang paling menentukan hasil akhir. Berendam dalam es lebih
baik dari pada menggunakan alkohol maupun kipas angin. Komplikasi membutuhkan
perawtan di ruang intensif.
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal
dipertahankan di kisaran 37'C oleh pusat pengatur suhu di dalam otak yaitu
hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut selalu menjaga keseimbangan antara
jumlah panas yang diproduksi tubuh dari metabolisme dengan panas yang dilepas
melalui kulit dan paru sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran
normal. Walaupun demikian, suhu tubuh kita memiliki fluktuasi harian yaitu
sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya.
Demam merupakan suatu keadaan dimana
terdapat peningkatan suhu tubuh yang disebabkan kenaikan set point di pusat
pengatur suhu di otak. Hal ini serupa dengan pengaturan set point (derajad
celsius) pada remote AC yang bilamana set point nya dinaikkan maka temperatur
ruangan akan menjadi lebih hangat. Suatu nilai suhu tubuh dikatakan demam jika
melebihi 37,2 ‘C pada pengukuran di pagi hari dan atau melebihi 37,7'C pada
pengukuran di sore hari dengan menggunakan termometer mulut. Termometer ketiak
akan memberikan hasil nilai pengukuran suhu yang lebih rendah sekitar 0.5'C
jika dibandingkan dengan termometer mulut sehingga jenis termometer yang
digunakan berpengaruh dalam pengukuran suhu secara tepat.
Sebagian besar kasus demam memang
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi dan peradangan sehingga gejala demam
seringkali diidentikkan dengan adanya infeksi dalam tubuh. Namun sebenarnya ada
banyak proses lainnya selain infeksi yang dapat menimbulkan gejala demam antara
lain alergi, penyakit autoimun, kelainan darah dan keganasan. Berbagai proses
tersebut akan memicu pelepasan pirogen, yaitu mediator penyebab demam, ke dalam
peredaran darah yang lebih lanjut akan memicu pelepasan zat tertentu yang
bernama prostaglandin sehingga akan menaikkan set point di pusat pengaturan
suhu di otak.
F. Komplikasi
berkelanjutan dari Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus
1.
Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi
a. HipoglikemiAsidosis metabolik, karena
vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob.
b. Kebutuhan oksigen yang meningkat.
c. Metabolisme meningkat sehingga
pertumbuhan terganggu.
d. Gangguan pembekuan sehingga
mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat.
e. Shock.
f. Apnea.
g. Perdarahan Intra Ventricular
Kedinginan yang terlalu lama dapat
menyebabkan tubuh beku, pembuluh darah dapat mengerut dan memutus aliran darah
ke telinga, hidung, jari dan kaki. Dalam kondisi yang parah mungkin korban
menderita ganggren (kemuyuh) dan perlu diamputasi. Hipotermia bisa menyebabkan
terjadinya pembengkakan di seluruubuh (Edema Generalisata), menghilangnya
reflex tubuh (areflexia), koma, hingga menghilangnya reaksi pupil mata. Disebut
hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai
250C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian
2.
Komplikasi berkelanjutan dari Hipertermi
Terapi hipertermia pada umumnya
tidak menyebabkan kerusakan jaringan normal/sehat jika suhunya tidak melebihi
43,8oC. Tetapi perbedaan karakter jaringan dapat menimbulkan perbedaan suhu
atau efek samping pada jaringan tubuh yang berbeda-beda.
Hal yang sering terjadi adalah rasa
panas (seperti terbakar), bengkak berisi cairan, tidak nyaman, bahkan sakit.
Teknik perfusi dapat menyebabkan
pembengkakan jaringan, penggumpalan darah, perdarahan, atau gangguan lain di
area yang diterapi. Tetapi efek samping ini bersifat sementara. Sedang whole
body hyperthermia dapat menimbulkan efek samping yang lebih serius –tetapi
jarang terjadi– seperti kelainan jantung dan pembuluh darah. Kadang efek
samping yang muncul malah diare, mual, atau muntah.
BAB III
KESIMPULAN
Hipertemi dan hipotermi pada neonatus merupakan kejadian
umum di seluruh dunia. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi
lebih dari 37,5 ºC. Terjadinya
hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan : Perubahan mekanisme
pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan obat-obatan,
Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa, Kerusakan jaringan misalnya demam
rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan
kehilangan panas pada suhu febris, Latihan / gerakan yang berlebihan.
Penanganan hipertermi : Bayi dipindahkan ke ruangan yang
sejuk dengan suhu kamar seputar 26°C- 28°C, Tubuh bayi diseka dengan kain basah
sampai suhu bayi normal (jangan menggunakan es atau alcohol), Berikan cairan
dektrose NaCl = 1 : 4 secara intravena dehidrasi teratasi, Antibiotic diberikan
apabila ada infeksi
Hipotermi adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas :
hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang
yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. (Yunanto,
2008:40).
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu
disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak
diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama,
setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama
menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat
namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Gejala Klinis : Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi
menjadi aktif letergis hipotanus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah,
Pernafasan megap-megap dan lambat dan menangis lemah, Timbul skrema kulit
mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan lengan,
Muka bayi berwarna pucat. Segera hangatkan bayi apabila tersedia alat yang
canggih seperti incubator, gunakan incubator sesuai dengan ketentuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bari, Abdul S. 2002. Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Farrer,
H. 1999. Perawatan Maternitas.
Jakarta: EGC.
Potter. Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2006. Buku
Acuan Nasional : Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
YBP-SP.
Rukiyah
dan Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus,
bayi dan anak Balita. Jakarta: TIM.
0 komentar:
Posting Komentar